IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut
bahasa Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum,
ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah
Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali
sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan,
ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah
terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan
iradah-Nya. Firman Allah: lihat Al-Qur’an on line
di google
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah
kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu
bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
Untuk memperjelas pengertian qadha
dan qadar, berikut ini dikemkakan contoh. Saat ini Abdurofi melanjutkan
pelajarannya di SMK. Sebelum Abdurofi lahir, bahkan sejak zaman azali Allah
telah menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdurofi akan melanjutkan
pelajarannya di SMK. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan
bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar
adalah perwujudan dari qadha.
2. Hubungan antara Qadha dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha
dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat .
Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar
adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha
qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya
selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah
berfirman, yang artinya sebagai berikut: lihat
Al-Qur’an on line di google
Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan
disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan
ukuran yang tertentu.”
Orang kadang-kadang menggunakan
istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu
Qadar atau
takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah
takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada dan qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi
oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam.
Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah
menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah,
malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman
pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut
berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Lelaki itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang
untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban
Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi rukun iman.
Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan
demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita
harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri
kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas
kehendak Allah.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala
ketentuan Allah atas diri kita. Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman
yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan
tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah
mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh
sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas
diri kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal
itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita
alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima
dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada
hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa
yang diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar
dengan ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya
percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang
segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah
SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut
ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40
hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan
ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya,
ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau bahagia.”
(HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita
ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan.
Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya
tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap
berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan
takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah
terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan
dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya
Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya
menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu
berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah
tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya
diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang
setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena
berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan
dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang
Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda.
Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa
terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu
tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal
kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu
bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa
walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap
berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi
pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai,
hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin
setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah
kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat
menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan
ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq:
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa
bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu
ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan.
Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir mubram; yaitu
takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak
dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan
dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan
bapaknya kulit putih dan sebagainya.
B.Hikmah Beriman kepada Qada dan
qadar
Dengan beriman kepada qadha dan
qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan
dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara
lain:
1.Melatih diri untuk banyak
bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan
qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena
keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya
apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Firman Allah: lihat
Al-Qur’an on line di google
Artinya:”dan apa saja nikmat yang
ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan,
maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat
53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong
dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada
qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan
itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya
hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa
, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk
sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”(
HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat
bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada
dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan
itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang
yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk
meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Firaman Allah: lihat
Al-Qur’an on line di google
Artinya : Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan
qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu
merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau
berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan
berusaha lagi. lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam
jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat
27-30)
Komentar
Posting Komentar